Model-model
pengembangan kurikulum
Banyak
model yang digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model
pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan
kebaikan-kebaikan serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi perlu
juga disesuaikan dengan sistem pendidikan mana yang digunakan. Model
pengembangan dalam kurikulum yang sifatnya subyek akademis berbeda dengan
kurikulum humanistis, teknologis dan rekonstruksi sosial.
Sekurang-kurangnya
ada delapan model pengembangan kurikulum, yaitu: Administrative model, grassroot model, demonstrative model, Taba’s
inverted model, Beuchamp’s systematic model, Roger’s interpersonal model,
Action Research model, emerging technological model.
A. The Administrative Model
Model pengembangan kurikulum ini
merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama model
administratif atau line staf karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para
administrator pendidikan dan menggunkan prosedur administrasi. Dengan wewenang
administrasinya, administrator pendidikan membentuk komisi atau tim yang
terdiri atas pejabat dibawahanya, para ahli endidikan, ahlimkurikulum, ahli
disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan. Tugas tim atau
komisi ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan
kebijaksanaan, dan strategi utama ala pengembangan kurikulum. Setelah hal-hal
yang mendasar ini terumuskan dan mendapatkan pengkajian yang seksama,
administrator pendidikan menyusun tim atau komisi kerja pengambangan kurikulum.
Tugas para administrator tersebut adalah merumuskan konsep-konsep dasar,
landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum.
Selanjutnya tim membentuk kelompok kerjayang menyusun tujuan khusus pendidikan,
garis besar bahan pengajaran, dan kegiatan belajar. Hasil kerja kelompok
selanjutnya dikaji ulangoleh panitia pengarah yang telah dibentuk sebelumnya
dan para ahli lain di bidangnya. Langkah selanjutnya adalah mengkaji ulang
dengan cara melakukan uji coba untuk mengetahui keefektifan dan kelayakannya.
Dengan cara-cara dan urutan semacam ini terlihat bahwa dari sisi kebijakan
model ini lebih bersifat sentralistik. Dalam pelaksanaannya, kurikulum ini
memerlukan kegiatan pantauan dan bimbingan di lapangan. Setelah berjalan dalam
kurun waktu yang ditetapkan, perlu dilakukan evaluasi untuk menentukan
validitas komponen-komponen yang ada dalam kurikulum. Hasil penilaian tersebut
merupakan umpan balik bagi semua unsur terkait, khususnya instansi pendidikan
di tingkat pusat, daerah, dan sekolah.
B. The grass roots model
Model pengembangan ini adalah kebalikan
dari model pengambangan administratif, inisiatif atau ide pengembangan
kurikulum bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru. Model
pengembangan administrasi digunakan dalam sistem pengelolaan
pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi, sedangkan model grass roots
akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam
model pengembanga yang bersifat grass roots, seorang guru, sekelompok guru,
atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum.
Pengambangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen
kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan
seluruh komponen kurikulum. Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik
diliohat dari kemampuan guru-guru, fasilitas, biaya maupun bahan-bahan
kepustakaan, pengembangan kurikulum model grass roots, akan lebih baik. Hal itu
didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana dan juga
penyempurna dari pengajaran di kelasnya.
Pengembangan kurikulum yang bersifat
grass root mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah
tertentu, tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk bidang studi sejenis pada
sekolah lain, atau keseluruhan bidang studi pada sekolah atau daerah lain.
Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi dengan model grass
rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi di dalam meningkatkan mutu dan
sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang
lebih mandiri dan kreatif.
C. Model pengembangan Beauchamp
Model pengembangan kurikulum ini
dikembangankan oleh Beaucuchamp seorang ahli kurikulum. Beauchamp mengemukakan
ada lima hal dalam proses pengembangan suatu kurikulum:
a. Menetapkan wilayah atau area yang akan
melakikan perubahan suatu kurikulum. Wilayah itu bisa terjadi pada hanya satu
sekolah, satu kecamatan, kabupaten atau kota atau mungkin tingkat provinsi atau
tingkat nasional. Penetapan area ini ditentukan oleh wenang yang dimiliki oleh
pengambi kebijakan dalam pengambangan kurikulum.
b. Menetapkan personalia, yaitu pihak-pihak
yang akan terlibat dalam proses pengembangan kurikulum. Pihak-[pihak yang harus
dilibatkan dalam proses pengembangan kurikulum itu terdiri dari para ahli
kurikulum, para ahli pendidikan termasukj didalamnya para guru yang dianggap
pengalaman, para profesional dan tenaga lain dalam bidang pendidikan lain.
c. Menetapkan organisasi dan prosedur yang
akan ditempuh, yaitu dalam hal merumuskan tujuan umum (standar kompetensi) dan
tujuan khusus (Kompetesi dasar), memilih isi dan pengalaman belajar serta
menentukan evaluasi. Keseluruhan prosedur tersebut dibagi ke dalam lima langkah
yaitu:
1) Membentuk tim pengembang kurikulum
2) Melakukan ppenilaian terhadap kurikulum
yang sedang berjalan.
3) Melakukan studi atau penjajakan tentang
penentuan kurikulum baru.
4) Merumuskan kriteria dan alternatif
pengembangan kurikulum
5) Menyusun dan menulis kurikulum yang di
kehendaki.
d. Implementasi kurikulum. Pada tahap ini
perlu dipersiapkan secara matang berbagai hal yang dapat berpengatuh baik
langsung maupun tuak langsung terhadap efektivitas penggunaan kurikulum.
e. Melaksanakan evaluasi kurikukul yang
menyakgkut :
1) Evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum
2) Evaluasi terhadap desain kurikulum
3) Evaluasi keberhasilan siswa
4) Evaluasi dari keseluruhan sistem
kurikulum.
D. Model Demonstrasi
Model pengembangan kurikulum demonstrasi
pada dasarnya bersifat grass roots yang datang dari bawah. Model ini
diprakarsai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli
yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Model ini umumnya berskala
kecil, hanya mencakup suatu atau beberapa sekolah, suatu komponen kurikulum
atau mencakup keseluruhan komponen kurikulum.
Menurut Smith, Stanly dan Shores ada dua bentuk model pengembangan ini pertama,
sekelompok guru atau dari beberapa sekolah yang diorganisasi dan ditunjuk untuk
melaksanakan suatu uji coba atau eksperimen suatu kurikulum, unit ini melakukan
suatu proyek melalui kegiatan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan
suatu model kurikulum. Kedua, dari beberapa orang guru yang merasa kurang puas
tentang kurikulum yang sudah ada, kemudian mereka mengadakan eksperimen, uji
coba, dan mengadakan pengembangan secara mandiri.
Ada beberapa kebaikan dalam penerapan
model pengembangan ini, diantaranya adalah;
1) Kurikulum ini akan lebih nyata dan
praktis karena dihasilkan melalui proses yang telah diuji dan di teliti secara
ilmiah.
2) Perubahan kurikulum dalam skala kecil
atau pada aspek yang lebih khusus kemungkinan kecil akan ditolak oleh pihak
administrator, akan berbeda dengan perubahan kurikulum yang sangat luas dan
kompleks.
3) Hakikat model demonstrasi berskala kecil
akan terhindar dari kesenjangan dokumen dan pelaksanaan di lapangan.
4) Model ini akan menggerakkan inisiatif,
kreativitas guru-guru serta memberdayakan sumber-sumber administrasi untuk
memenuhi kebutuhan dan minat guru dalam mengembangkan program yang baru.
E. Taba’s Inverted Model
Menurut cara yang bersifat tradisional
pengembangan kurikulum dilakukan secara edukatif, dengan urutan:
1) Penentuan prinsip-prinsip dan kebijakan
dasar
2) Merumuskan desain kurikulum yang
bersifat menyeluruh di dasarkan atas komitmen-komitmen tertentu
3) Menyusun unit-unit kurikulum sejalan
dengan desain yang menyeluruh
4) Melaksanakan kurikulum di dalam kelas.
Taba
berpendapat model deduktif ini kurang cocok, sebab tidak merangsang timbulnya
inovasi-inovasi. Menurutnya pengembangan kurikulum yang lebih mendorong inovasi
dan kreativitas guru-guru adalah yang bersifat induktif. Ada lima langkah
pengembangan kurikulum model Taba ini, yaitu;
1)
Mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru.
2)
Menguji unit eksperimen.
3)
Mengadakan revisi dan konsolidasi.
4)
Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum.
5)
Implementasi dan diseminasi.
F. Roger’s Interpersonal Relations Model
Menurut Rogers pendidikan merupakan
upaya untuk membantu, memperlancar, dan mempercepat perubahan peserta didik,
guru serta pendidik lainya bukan pemberi informasi apa lagi penentu
perkembangan anak, merek hanyalah pendorong dan peselancar perkembangan anak.
Ada empat langkah pengembangan kurikulum Roger’s:
a. Pemilihan target dari sistem pendidikan
b. Partisipasi guru dalam pengalaman
kelompok yang intensif
c. Pengembangan pengalaman kelompok yang
intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran.
d. Partisipasi orang tua dalam kegiatan
kelompok.
Model
pengembangan kurikulum ini berbeda dari model-model lainnya sepertinya tidak
ada perencnaan kurikulum tertulis, yang ada hanyalah rangkaian kegiatan
kelompok. Bagi Roger’s yang penting adalah aktivitas dan interaksi.
G. The Systematic Action-research model
Model kurikulum ini didasarkan pada
asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial. hal itu
mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa guru, struktur
sistem sekolah, pola hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan masyarakat.
Sesuai dengan asumsi tersebut model ini menekankan pada tiga hal itu: hubungan
insani, sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan
profesional. Penyususnan kurikulum harus memasukan pandangan dan
harapan-harapan masyarakat, dan salah satu cara untuk mencapai hal itu
adalahdengan prosedur Action Research.
Langkah pertama, mengadakan kajian
secara seksama tentang masalah-masalah kurikulum, berupa pengumpulan data yang
bersifat menyeluruh dan mengidentifikasi faktor-faktor, kekuatan dan kondisi
yang mempengaruhi masalah tersebut. Kedua, implementasi dari keputusan yang
diambil dari tindakan pertama. Tindakan ini segera diikuti oleh kegiatan
pengumpulan data dan fakta-fakta. Kegiatan pengumpulan data ini mempunyai
beberapa fungsi:
1. Menyiapkan data bagi evaluasi tindakan
2. Sebagai bahan pemahaman tentang masalah
yang dihadapi
3. Sebagai bahan untuk menilai kembali dan
mengadakan modifikasi
4. Sebagai bahan untuk mementukan tindakan
lebih lanjut.
H. Emerging Technikal Models
Pengembangan bidang teknologi dan ilmu
pengetahuan serta nilai-nilai efisiensi efektivitas dalam bisnis, juga
mempengaruhi perkembangan model-model kurikulum. Tumbuh
kecenderungan-kecenderungan baru yang didasarkan atas hal itu diantaranya:
1. The Behavioral analysis model,
menekankan penguasaan perilaku atau kemampuan. Suatu perilaku/l\kemampuan yang
kompleks diuraikan menjadi perilaku-perilaku yang sederhana yang tersusun
secara hierarkis. Siswa mempelajari perilaku-perilaku tersebut secara
berangsur-angsur mulai dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks.
2. The System analysis model, berasal dari
efisiensi bisnis. Langkah pertama dari model ini adalah menentukan spesifikasi
perangkat hasil belajar yang harus dikuasai oleh siswa. Langkah kedua adalah
menyusun instrumen untuk menilai ketercapaian hasil-hasil belajar tersebut.
Langkah ketiga, mengidentifikasi tahap-tahap ketercapaian hasil serta perkiraan
biaya yang diperlukan. Langkah keempat, membandingkan biaya dan keuntungan dari
beberapa program pendidikan..
3. The Computer-based model, suatu model
pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan komputer. Pengembangannya dimulai
dengan memngidentifikasi seluruh unit-unit kurikulum, Tiap unit kurikulum telah
memiliki rumusan tentang hasil-hasil yang diharapkan. Kepada para siswa dan
guru-guru diminta untuk melengkapi pertanyaan tentang unit-unit kurikulum
tersebut. Setelah diadakan pngolahan disesuaikan dengan kemampuan dan
asih-hasil belajar yang dicapai siswa disimpan dalam komputer.